Quantum Entanglement dan Multiverse dalam Al-Qur'an dan Hadis: Menelusuri Isyarat Ilahiyah dalam Sains Modern


Kemajuan sains modern, terutama dalam bidang fisika kuantum, telah membuka cakrawala baru tentang hakikat alam semesta. Konsep-konsep seperti quantum entanglement dan multiverse bukan hanya menggugah imajinasi para ilmuwan, tetapi juga membangkitkan rasa ingin tahu spiritual bagi banyak orang beriman. Dalam Islam, Al-Qur’an dan Hadis sering mengajak manusia untuk mentadabburi ciptaan Allah, merenungkan tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta dan dalam diri manusia sendiri.


Allah berfirman:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru alam dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar.” (QS. Fussilat: 53)


Ayat ini menjadi pintu masuk refleksi tentang bagaimana sains modern dapat menjadi sarana untuk menyaksikan ayat-ayat kauniyah Allah. Dua di antara konsep paling menakjubkan dalam sains saat ini adalah quantum entanglement dan multiverse. Bagaimana Islam memandang fenomena-fenomena ini?

Quantum Entanglement: Keterhubungan Non-Lokal dan Isyarat Ruhani

Quantum entanglement adalah fenomena di mana dua partikel kuantum dapat saling terhubung secara instan, tanpa peduli jarak yang memisahkan mereka. Jika satu partikel berubah, pasangannya akan segera merespons perubahan itu, bahkan jika berada di ujung alam semesta. Albert Einstein menyebutnya sebagai "spooky action at a distance".

Konsep ini secara filosofis dapat disandingkan dengan ajaran Islam tentang keterhubungan ruh, doa, dan takdir. Doa yang dipanjatkan di bumi bisa mengundang respons dari langit. Ruh seorang mukmin dapat merasa gelisah ketika saudara seimannya mengalami kesusahan. Ada dimensi non-fisik yang saling terhubung secara misterius, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat." (QS. Al-Baqarah: 186)

Kedekatan Allah tidak bersifat spasial, melainkan eksistensial dan spiritual. Ini selaras dengan prinsip quantum entanglement: koneksi yang melampaui ruang dan waktu. Hadis Qudsi pun menegaskan:
“Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta...” (HR. Bukhari)

Multiverse: Banyak Alam dan Implikasi Teologisnya

Multiverse adalah hipotesis bahwa alam semesta ini bukan satu-satunya, melainkan hanya satu dari banyak semesta lain yang mungkin memiliki hukum fisika berbeda. Walaupun belum dapat dibuktikan secara eksperimental, ide ini diterima luas dalam teori kosmologi modern, seperti teori string dan inflasi kosmik.

Dalam Islam, Al-Qur’an menyebut Allah sebagai Rabb al-‘Ālamīn — Tuhan semesta alam. Kata 'ālamīn bersifat jamak, membuka kemungkinan adanya lebih dari satu dunia atau alam. Bahkan, dalam QS. At-Talaq: 12, Allah menyebut penciptaan "tujuh langit dan dari bumi semisalnya" — yang oleh sebagian mufasir dipahami sebagai indikasi eksistensi realitas paralel.

"Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan dari bumi semisal itu. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu..." (QS. At-Talaq: 12)

Hadis Isra’ Mi’raj juga menjadi contoh eksplorasi dimensi alam yang berlapis-lapis. Nabi Muhammad ﷺ melakukan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu naik ke langit-langit yang berbeda hingga Sidratul Muntaha. Ini memberi isyarat bahwa alam semesta bukan hanya yang bisa dilihat, tetapi melampaui realitas kasat mata.

Ruh, Malaikat, dan Alam Ghaib sebagai Dimensi Paralel?

Dalam pandangan Islam, terdapat entitas yang hidup di dimensi non-fisik seperti malaikat, jin, dan ruh. Mereka eksis, tetapi tidak terdeteksi oleh indera manusia biasa. Ini sejalan dengan ide multiverse atau dimensi tersembunyi yang diyakini para fisikawan.

Allah berfirman:
"...dan mereka tidak mengetahui apa yang ghaib, kecuali Allah." (QS. An-Naml: 65)

Alam ghaib bisa jadi adalah bentuk lain dari realitas yang keberadaannya berdampingan dengan dunia kita. Dalam sains, konsep ini sejalan dengan hidden dimensions atau parallel universes.

Refleksi: Ketika Sains Menjadi Cermin Keimanan

Sains dan agama bukanlah dua entitas yang saling bertentangan. Sebaliknya, keduanya dapat saling melengkapi. Al-Qur’an tidak memberikan detail ilmiah sebagaimana jurnal sains, namun ia mengandung isyarat-isyarat yang mengajak manusia berpikir, meneliti, dan bertafakkur.

Quantum entanglement mengajarkan kita bahwa keterhubungan bisa melampaui jarak, sebagaimana hubungan spiritual antara manusia dengan Tuhannya. Multiverse mengajak kita merenung bahwa ciptaan Allah tidak terbatas pada apa yang bisa kita lihat. Mungkin, masih banyak alam yang belum dijelajahi oleh akal manusia.

Pada akhirnya, sains dapat menjadi jalan untuk lebih mengenal Sang Pencipta. Ketika kita memahami keajaiban ciptaan-Nya, kita semakin takjub, tunduk, dan yakin akan kebesaran-Nya. Karena itu, mari kita terus menjelajah ilmu dengan tetap berpegang pada cahaya wahyu.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali 'Imran: 190)

Penutup

Mengaitkan konsep quantum entanglement dan multiverse dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis bukanlah upaya mencari pembenaran sains dalam agama, melainkan cara untuk menggali makna terdalam dari penciptaan. Islam mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan adalah bagian dari cahaya Tuhan, dan manusia didorong untuk meneliti, merenung, dan memahami dunia ini dengan akal dan iman. Semoga refleksi ini menginspirasi kita untuk terus menjelajah ilmu pengetahuan tanpa meninggalkan petunjuk wahyu sebagai kompas utama dalam memahami semesta.